Hari pertama Ujian Nasional SMP dan sekolah sederajat di Kota Bandung diwarnai kecurangan. Anggota Tim Pemantau Independen Senin (29/3) pagi, memergoki 5 siswa sedang menyalin jawaban ujian Bahasa Indonesia di ruang kelas SMPN 46 Bandung.
Menurut Koordinator Tim Pemantau Independen Kota Bandung Dadang Iskandar, pemantau melihat 5 siswa itu tengah bergerombol menyalin jawaban pada pukul 06.45 WIB, atau sebelum ujian Bahasa Indonesia dimulai. Mereka menyalin jawaban dari sehelai kertas lembar jawaban. “Isinya ada 50 dari 60 kolom jawaban. Buktinya ada di saya,” katanya, Senin (29/3).
Pemantau dan pengawas kemudian mengambil jawaban tersebut dari tangan siswa. Setelah itu, kelima siswa tersebut diizinkan mengikuti ujian.
Menurut Dadang, sumber lembar jawaban itu tak jelas, karena pada bagian atasnya sudah dipotong. Bagian yang tersisa hanyalah kolom jawaban yang sudah ditandai. Ia menduga lembar jawaban itu berasal dari lembaga bimbingan belajar.
Tim yang berinisiatif memeriksa kebenaran jawaban itu, kemudian meminta bantuan sejumlah dosen untuk mencocokkan isi bocoran dengan soal ujian hasil pinjaman dari panitia. “Jawabannya sangat, sangat menyesatkan. Dari 10 soal saja, hanya 3 yang benar,” ujarnya. Karena itu, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan, Bandung, tersebut meminta siswa untuk tidak mempercayai bocoran jawaban.
Petugas intel kepolisian, kata Dadang, siang tadi menemuinya untuk menanyakan kasus di SMPN 46 tersebut. Dia meminta kepolisian menelusuri sumber asal kunci jawaban tersebut tanpa mengganggu siswa. “Sebab mereka jadi korban,” katanya.
Permintaan serupa disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji. Menurutnya, sanksi kepada siswa peserta ujian nasional yang berupaya mencontek, membuka buku atau catatan, hanyalah diambil sumber contekannya saja. Jika membandel, siswa tersebut harus dipindahkan ke ruangan lain. “Setelah itu, guru atau kepala sekolah tidak boleh kasih amanat apa-apa ke siswa,” katanya.
Jika kepolisian ingin menelusuri bocoran jawaban ujian, kata dia, sebaiknya polisi tidak memintai keterangan dari siswa selama ujian masih berlangsung. “Penelusuran belakangan. Jangan ketika ujian karena akan mengganggu konsentrasi siswa.
Share and Enjoy:
DB Gagalkan UN Tiga Siswa di Gresik, Jawa Timur
Sebanyak tiga siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, gagal mengikuti ujian nasional (UN) tahap pertama akibat terserang penyakit demam berdarah (DB).
“Ketiga siswa itu terdiri atas dua siswa SMP Negeri 2 dan seorang lagi dari SMP Negeri 3,” kata Kepala Dinas Pendidikan Gresik, Chusaini Mustaz, usai memantau ujian hari pertama di sejumlah sekolah, Senin.
Selain tiga siswa yang tidak mengikuti UN karena terserang DB, lanjut dia, sedikitnya dua siswa lainnya harus mengikuti ujian susulan karena kecelakaan yang menyebabkan salah satu kakinya diamputasi.
Kedua siswa nahas itu berasal dari SMP YIMI Gresik dan MTs Maskumambang, Kecamatan Dukun. Atas surat keterangan dokter, mereka tidak dapat mengikuti UN yang digelar mula Senin.
“Jadi, hari pertama ini ada lima siswa yang tidak mengikuti ujian dan harus mengikuti ujian susulan,” kata Chusaini.
Tidak hanya itu, di hari pertama UN juga terdapat sejumlah siswa yang tidak bisa mengikuti ujian di sekolah, di antaranya Moch Mahrom, siswa MTs Nurul Islam Suci, Manyar, harus mengerjakan ujian di Ruang Dahlia 08 RS Ibnu Sina Gresik.
Sementara itu, Moch Hidayat, siswa MTs Negeri Benjeng harus mengerjakan soal ujian di rumahnya di Desa Ganggang, Kecamatan Balongpanggang setelah mengalami peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan kakinya patah.
Share and Enjoy:
Dinas Pendidikan Targetkan Siswa Lulus dengan Nilai Tinggi
ujian Nasional (UN) untuk tingkat SMA dan sederajat baru hari pertama, namun Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Sahudi sudah memasang target kelulusan dengan angka 7,98. Angka ini akumulasi semua mata pelajaran yang diujiankan yaitu bahasa Indonesia, sosiologi untuk IPS dan biologi untuk IPA.
“Persiapankan sudah matang, apalagi nanti ujian digelar dua kali, yang pertama ujian nasional yang mulai dilaksanakan hari ini dan yang kedua adalah ujian ulang,” kata Sahudi kepada wartawan di sela-sela sidak UN di MA Darussalam Jalan Tambak
Madu, Senin (22/3/2010).
Sahudi juga menargetkan adanya peningkatan nilai ujian di banding tahun lalu. “Ya harus ada kenaikan dari tahun lalu 7,56 menjadi 7, 98,” ujarnya.
Alasan Sahudi dengan mentargetkan kenaikan nilai kelulusan selain persiapan yang sudah matang. Pihaknya juga sudah jauh-jauh hari melakukan berbagai persiapan diantaranya terus melakukan try out bagi siswa yang akan mengikuti UN.
“Kematangan inikan terjadi setelah jauh-jauh hari kita mempersiapkan agar anak-anak benar-benar siap menghadapi UN. Selain dari pihak sekolah yang terus memberikan latihan soal berupa try out, kita juga lakukan hal yang sama,” pungkasnya. (ze/wln)
Dinas Pendidikan Yogya Akan Dipanggil Soal Rendahnya Kelulusan
Senin, 26 April 2010
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Daerah Istimewa Yogyakarta terkait tingginya tingkat ketidaklulusan siswa SMA di Yogyakarta pada 2010. Pemanggilan dilakukan untuk melakukan evaluasi permulaan terkait laporan ketidaklulusan yang mencapai 22,17 persen.
“Minggu depan akan kita panggil. Ini evaluasi awal sebelum pengumuman ujian nasional SMP dan sekolah dasar,” kata anggota Komisi D Sukamta dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta, Senin (26/4).
Menurut Sukamta, sejauh ini evaluasi yang diperoleh baru sebatas soal ketidaklulusan siswa. Belum membahas pada tingkat kejujuran siswa. Hanya saja sudah ada komentar bahwa tingginya angka yang tidak lulus menunjukkan tingkat kejujuran tinggi.
“Itu komentar yang merendahkan. Padahal tidak ada korelasinya tidak lulus sama dengan jujur,” kata Sukamta.
Opini tersebut akan mempengaruhi persepsi siswa bahwa siswa akan memilih berlaku tidak jujur agar tingkat kelulusannya tinggi. Padahal, menurut Sukamta, banyak faktor yang harus dievalusi mengapa siswa banyak yang tidak lulus.
Semisal karena ada ujian susulan, maka siswa tidak belajar secara optimal dengan harapan dapat memperbaiki saat ujian susulan. Atau karena kualitas guru dan siswa yang lebih rendah dibanding tahun lalu, tingkat kesulitan soal yang lebih tinggi, atau soal yang dipelajari tidak sesuai dengan soal ujian nasional yang keluar.
PITO AGUSTIN RUDIANA
|
|